Menurut American Academy of Pediatrics, Attention Deficit Hyperactivity Disorder, atau ADHD, mempengaruhi 4 hingga 12 persen anak-anak usia sekolah Amerika. Di Indonesia sendiri, ADHD atau yang dikenalkan IDAI (Ikatan Dokter Anak Indonesia) sebagai Gangguan Pemusatan Perhatian/ Hiperaktivitas (GPPH), angkanya masih belum terukur.
Meskipun ADHD adalah paling sering ditemukan setelah anak masuk sekolah, kebanyakan ahli sepakat bahwa ADHD sudah ada sejak lahir. Banyak orang tua yang telah melaporkan tanda-tanda ADHD bahkan sebelum anak-anak mereka bisa berjalan. Tentunya, tidak semua bayi terus mengembangkan gejala pameran ADHD. Namun, ada tanda-tanda awal yang harus diperhatikan jika Anda melihat bayi Anda beperilaku sebagai berikut:
Pencari Perhatian
Kegelisahan Ekstrim
Kegelisahan adalah gejala lain dari ADHD yang terlihat pada bayi. Sejumlah masalah, dari mulai tidak dapat tertidur atau tidak memiliki pola tidur dan akhirnya kurang tidur, hingga tidak mau dipeluk di saat mereka bangun mereka, adalah hal yang umum ditemukan. Selain perilaku ini, bayi gelisah mungkin akan sulit untuk makan atau tidak mau menerima susu formula yang diberikan.
Mengamuk
Banyak ibu bisa mengakui bahwa tantrum dimulai sebelum bayi mereka tumbuh menjadi balita. Bayi dengan ADHD khususnya dikenal dengan menampilkan masalah dengan temperamen mereka. Tandanya bisa dilihat dari gemetaran pada salah satu atau kedua kaki mereka, menendang dan berteriak, bayi ADHD juga mungkin terlibat dalam perilaku yang lebih mengganggu seperti bergerak berlebihan di boks atau kursi bayi. Yang paling menyedihkan, bagaimanapun, melihat mereka membenturkan kepala mereka pada boks atau permukaan keras lainnya.
Karena gejala ADHD pada bayi sering juga didapati pada perilaku umum seperti bayi-bayi lain pada umumnya, gejala-gejala ini lebih mungkin untuk berlanjut hingga mereka berusia lima tahun. Sedangkan pada anak-anak yang tidak memiliki gangguan perilaku, gejala-gejala tersebut akan berangsung hilang pada pada usia yang sama. Yang paling penting, berbicara dengan dokter Anda jika perilaku tersebut konsisten atau menetap ketika anak Anda tumbuh menjadi balita. By: Mirza Miranti